Analisa Kepemimpinan Calon Presiden Indonesia 2014

Akhir-akhir ini banyak sekali kampanye hitam yang menjelek-jelekan antara kedua sosok yang cukup fenomenal ini di Indonesia karena mencalonkan diri mereka sebagai Calon Presiden Indonesia 2014. Dan sekarang saya akan menganalisa gaya kepemimpinan mereka dengan pendekatan-pendekatan yang berbeda melalui fakta yang ada, karena salah satu diantara mereka adalah yang akan memimpin Bangsa Indonesia selama lima tahun kedepan. Berikut hasilnya:


PRABOWO SUBIANTO DJOJOHADIKUSUMO
JOKO WIDODO
NOTOMIHARDJO
Tanggal Lahir
17 Oktober 1951
21 Juni 1961
Umur dan Jenis Generasi
63 Tahun/Generasi Baby Boomer
53 Tahun/Generasi X
Hobi
Berkuda & Menembak
Tidak ada hobi spesifik
Pendidikan
SMP di Zurich, Swiss
SMA di London
Akademi Militer 1970
SMP N 1 Solo
SMA N 6 Solo
S1 Kehutanan UGM
Karir dan Jabatan saat ini
·   Pengusaha di beberapa Holding (Nusantara Energi Group, Jaladri Nusantara, Tidar Kerinci Agung, Tusam Hutani Lestari, Nusantara Kaltim Coal, Gardatama Nusantara, Kiani Kertas)
·   Ketua Umum Partai Gerindra
·   Ex-Pangkostrad ABRI
·   Pengusaha Meubel
·   Gubernur DKI Jakarta
·   Anggota Partai PDIP
·   Ex-Walikota Solo
Gaya Kepemimpinan
One Way (Top-Down)
Two ways (Bottom-Up/Blusukan)
Jumlah Kekayaan
Rp 1.67 Trilliun & USD 7.503.134
Rp 29 Miliar & USD 27.633
Sifat Dasar
Tidak mudah putus asa, rasa percaya diri yang tinggi, cerdas, hati-hati dalam bertindak, jika berpikir lebih suka menyendiri, penuh kerahasiaan, memaksakan kehendak
Tidak mudah putus asa, mudah bergaul, cerdas, rasa empati yang tinggi, ragu-ragu dalam mengambil keputusan sehingga membutuhkan penasehat atau musyawarah mufakat, kalem, sopan, jiwa sosial yang tinggi sehingga terkadang menyusahkan dirinya sendiri
Koalisi Partai Pendukung
Golkar (Aburizal Bakrie), PPP (Suryadharma Ali), PAN (Hatta Rajasa), PKS (Anis Matta), PBB
Nasdem (Surya Paloh), PKB (Muhaimin Iskandar), Hanura (Hari Tanoe), PKPI
Calon Wakil Presiden
Hatta Rajasa (Generasi Baby Boomer)
Jusuf Kalla (Generasi Baby Boomer)
Gagasan yang diusung
Ekonomi Kerakyatan, Penegakan Hukum
Revolusi Mental, Ekonomi Berdikari
Issue Terkait
·  Dituduh melakukan Pelanggaran HAM 
·  Hijrah ke Yordania pasca diberhentikan dari militer
·  Ikut Pemilu Presiden sejak tahun 2009
· Tidak menyelesaikan periode kerjanya sebagai Walikota Solo Periode II dan Gubernur DKI Jakarta










































Keadaan Ekonomi, Sosial, Budaya Bangsa Indonesia 
Indonesia merupakan negara kepulauan yang berasal dari kerajaan-kerajaan di seluruh Nusantara yang disatukan. Sehingga provinsi-provinsi yang berdiri pada saat ini memiliki budaya yang berbeda-beda tergantung kerajaan yang berdiri di wilayah tersebut, seperti misalnya Kerajaan Padjajaran (Jawa Barat), Surakarta (Solo), Kutai (Kaltim), Mataram (Jawa Tengah), Kerajaan Sekala Brak (Lampung), dsb. Namun, dikarenakan jumlah penduduk di Pulau Jawa adalah 60% dari total keseluruhan penduduk di Indonesia, membuat pusat perekonomian dan pemerintahan berada di Pulau Jawa. Sehingga tanpa disadari akan mempengaruhi penilaian latar belakang calon pemimpin negara yang akan dipilih oleh rakyat Indonesia dari kesamaan suku, ras, dan agama. Buktinya? Sampai saat ini tidak ada Calon Presiden dari Papua atau daerah terpencil.

Indonesia juga merupakan negara hukum dan memiliki 5 agama yang diakui secara hukum di Indonesia. Namun, karena mayoritas penduduknya adalah negara Islam, sering terjadi salah kaprah yang seolah-olah Indonesia adalah negara Islam. Sehingga pemimpin bangsa ini harus orang islam, dan tidak boleh wanita karena menyalahi aturan agama Islam yang melarang wanita menjadi seorang imam shalat apabila masih ada pria saat itu, yang terkadang diidentikkan bahwa wanita tidak boleh memimpin. Padahal apabila kita menilik lebih dalam lagi, Aisyah ra, putri Nabi Muhammad pernah memimpin Perang Jamal dengan puluhan ribu pasukan di zamannya.

Dengan total penduduk sekitar 242.3 Juta orang, Indonesia memiliki rata-rata pendapatan di segmen middle-low hingga 80% dari total penduduknya hanya berpenghasilan dibawah Rp 5.500.000/bulan pada tahun 2011 dengan 51.1% pengeluaran mereka dihabiskan untuk food and beverages, 21.1% untuk perumahan, dan sisanya untuk pengeluaran barang-barang tersier lainnya. Hal ini berarti mayoritas penduduk kita memiliki pendapatan menengah-kebawah yang kebanyakan dari kita menggunakan fasilitas kredit untuk memenuhi gaya hidupnya.
Apabila kita melihat kebelakang sejarah perpolitikan di Indonesia dari masa ke masa, Orde Lama, Orde Baru, Hingga Era Reformasi, terlihat bahwa sebenarnya pada tahun 1998, Indonesia menginginkan sosok pemimpin yang tidak otoriter, tidak menjadi penguasa sepanjang hidupnya, selalu mendengarkan rakyat/bottom-up, dan tidak memperkaya diri sendiri.

Presiden Indonesia dari Masa Ke Masa

Sungguh lucu apabila kita sudah bersusah payah mendapatkan sistem demokrasi seperti saat ini hingga menimbulkan korban Tragedi Trisakti, namun kita kembali mendambakan masa orde baru yang penuh kediktatoran kecuali orang tersebut menginginkan hidup yang nyaman, sejahtera, dan aman untuk berkorupsi seperti pada zaman tersebut.
Hey Bung, perubahan memang menyakitkan, tapi jika tidak berubah berarti kita diam ditempat!

Pendapat mengenai kedua sosok tersebut untuk memimpin Bangsa Indonesia:

Terlepas dari Black Campaign dan issue terkait, secara keseluruhan kedua sosok tersebut memiliki kapasitas yang baik sebagai calon presiden, dibuktikan dengan track record mereka yang mampu memimpin berbagai perusahaan, daerah, maupun organisasi-organisasi lainnya. 

Namun, hal yang tidak sejalan antara kenyataan dan gagasan yang diusung berupa ekonomi kerakyatan terlihat dari kedua calon tersebut. Apabila beliau-beliau ini memang ingin membantu rakyat miskin, mereka seharusnya tidak menimbun kekayaan dalam jumlah yang besar. Disini saya tidak hanya menyinggung mereka berdua, namun untuk semua para pejabat kaya, jika memang benar mereka akan membantu rakyat kecil seperti orasi mereka, mereka tidaklah harus menjadi seorang presiden atau wakil rakyat untuk membantu rakyat miskin dengan bantuan dana APBN. Apakah mereka mau berkorban memberikan sebagian harta mereka yang milyaran itu untuk membantu rakyat miskin dipinggiran dengan membangun sekolah gratis, masjid, gereja, ataupun panti asuhan tanpa pamrih, tanpa media?? Belum tentu.

Dengan ketimpangan persentase antara penduduk yang kaya dan miskin, membuat Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang tidak tertarik dengan kekuasaan dan harta kekayaan, namun dia harus mampu menjadi wakil dari suara rakyat miskin yang sebenarnya mendominasi negara ini. Sumber daya alam Indonesia yang melimpah, sebaiknya tidak dimanfaatkan oleh sebagian kecil elite politik dan para pengusaha yang sudah kaya namun selalu ingin lebih kaya.

Pada akhirnya, untuk mencetak para pemimpin yang tidak haus akan harta, siapapun presidennya, memang revolusi mental-lah yang dibutuhkan saat ini. Mendidik generasi Y dan Z agar tidak bekerja hanya demi lifestyle, uang, dan gadget. Tidaklah bijak apabila mereka semakin dibuat manja akan harta dan kekuasaan orang tua. Maka, generasi berikutnya diharapkan mampu berdiri sendiri, tidak bermental konsumtif, dan juga memiliki jiwa spiritual yang tinggi agar mereka memiliki keteguhan dan kekuatan hati. 

**Mungkin sebaiknya ketika penerimaan pegawai pemerintahan bukan TPA atau tes kecerdasan yang diuji, namun tes psikologi alam bawah sadar seperti di film Divergent yang patut untuk dicoba. hahahaha..

Sumber: World Bank, Badan Pusat Statistik (BPS), Faktasebenarnya, FaktaJokowi, Republika

Comments